Reog Ponorogo Menembus Panggung Internasional Reog Ponorogo kembali menunjukkan keunikan dan daya tariknya di panggung internasional. Film ...

Reog Ponorogo Menembus Panggung Internasional
Reog Ponorogo kembali menunjukkan keunikan dan daya tariknya di panggung internasional. Film pendek berjudul Sworn to The Throne yang memadukan unsur kesenian Reog berhasil tayang di Asia Culture Center (ACC), kompleks seni multikultural di Gwangju, Korea Selatan, pada Jumat (3/10/2025). Film ini memiliki durasi 6 menit 59 detik dan menjadi bagian dari ajang 2025 ACC Asian Screen Dance.
Film ini merupakan proyek kreatif yang dilakukan oleh Polres Ponorogo. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Asia Dance Community, bagian dari National Asian Culture Center (ACC), lembaga seni dan pertukaran budaya internasional yang fokus pada pelestarian serta pengembangan keragaman tari di Asia.
Luhur Ainul Fikri, sutradara sekaligus konseptor film Sworn to The Throne, menjelaskan bahwa karya ini berbentuk sendratari atau fragmen tari. Cerita dalam film mengisahkan perjalanan Gajah Mada dan pasukan Bhayangkara dalam melawan kelompok pemberontak pimpinan Rakuti. Judul asli dalam Bahasa Indonesia adalah Satya Habrabu, yang berhasil lolos kurasi dan berhak tayang di ajang tersebut.
Dalam produksi Satya Habrabu, Luhur bekerja sama dengan Dedy Satya Wijaya, seorang koreografer sekaligus pelatih di Sanggar Tari Langen Kusuma. Sebanyak tujuh penari laki-laki dan enam penari perempuan turut serta dalam karya ini. Tokoh Reog Ponorogo yang ditonjolkan adalah pembarong dengan dadak merak, yang melambangkan kekuatan Gajah Mada.
“Jika dibandingkan dengan film Naruto, dadak merak bisa diibaratkan sebagai chakra atau kekuatan spiritual Gajah Mada,” ujar Luhur.
Proses produksi film ini berlangsung bersamaan dengan gelaran Grebeg Suro 2022. Tim melakukan penyusunan konsep, latihan, hingga pengambilan gambar selama sekitar satu bulan. Syuting dilakukan di beberapa lokasi seperti Tanah Goyang, Lemah Gemplah Sampit, dan Beji, untuk menciptakan suasana alami dan mistis yang sesuai dengan makna serta ekspresi gerak tari.
Menurut Luhur, Satya Habrabu sebenarnya merupakan bagian dari lomba yang diinisiasi Irjen Pol Nico Afinta saat menjabat Kapolda Jawa Timur pada 2022. Setiap polres diminta membuat karya yang menonjolkan ciri khas daerah masing-masing.
Film ini juga pernah mendapatkan penghargaan sebagai Penyaji Paling Spektakuler dalam lomba bertajuk Nusantara Gemilang. “ACC Asian Screen Dance tidak membatasi tahun produksi, asalkan lolos kurasi berhak tayang,” ujar Luhur.
Sementara itu, koreografer Dedy Satya Wijaya menjelaskan bahwa karyanya mengisahkan perjuangan prajurit Bhayangkara melawan kelompok pemberontak Rakuti. Setelah kemenangan diraih, Gajah Mada mengucapkan Satya Habrabu sebagai bagian dari falsafah Catur Prasetya. “Film ini menyampaikan nilai-nilai kesetiaan, keberanian, dan pengabdian,” tambah Dedy.
Meskipun tidak mendapatkan kompensasi finansial, Dedy menganggap kesempatan tampil di ajang internasional sangat berharga. “Bagi kami, ini menjadi ajang promosi dan memperluas jejaring. Tidak menutup kemungkinan, ada yang tertarik mengundang kami untuk mengikuti workshop atau pementasan,” tutupnya.
COMMENTS