Warisan Sastra Bugis dalam Naskah Lontara Puisi kuno Bugis merupakan bagian penting dari warisan sastra Nusantara yang tersimpan dalam nask...

Warisan Sastra Bugis dalam Naskah Lontara
Puisi kuno Bugis merupakan bagian penting dari warisan sastra Nusantara yang tersimpan dalam naskah Lontara. Naskah ini menggunakan sistem tulisan tradisional masyarakat Bugis-Makassar, yang tidak hanya menjadi alat komunikasi tetapi juga sarana penyimpanan pengetahuan, sejarah, dan nilai-nilai budaya.
Melalui puisi-puisi ini, masyarakat Bugis dahulu mengekspresikan berbagai aspek kehidupan, seperti nilai-nilai moral, cinta, kehormatan, hingga filosofi “siri’ na pacce” yang menjadi dasar kehidupan sosial dan spiritual mereka. Puisi-puisi ini sering kali disampaikan dalam bentuk syair atau nyanyian tradisional yang dikenal sebagai “Elong”.
Bentuk dan Fungsi Puisi Bugis Kuno
Puisi Bugis kuno memiliki ciri khas dalam penggunaan kata-kata yang halus dan penuh makna simbolis. Setiap bait biasanya terdiri dari empat hingga enam baris, dengan rima yang tidak terlalu ketat tetapi tetap harmonis secara bunyi. Contohnya:
“Rialo rekko tau,
Rialo rekko linoa,
Nasaba ada mappadeceng,
Mappasitinaja tau.”
(terpujilah manusia,
terpujilah dunia,
sebab perkataan yang baik,
membuat manusia mulia.)
Puisi ini tidak hanya menunjukkan kepiawaian berbahasa, tetapi juga mengandung pesan moral agar manusia menjaga tutur katanya dan memperhatikan kesopanan serta kejujuran.
Nilai Filosofis dalam Puisi Lontara
Banyak puisi dalam Lontara mengandung nilai etika dan spiritualitas. Beberapa tema utama yang sering muncul antara lain:
-
Siri’ (Harga Diri dan Kehormatan)
Puisi-puisi Bugis sering mengajarkan pentingnya menjaga martabat diri dan keluarga. Siri’ menjadi sumber keberanian, kesetiaan, dan kejujuran. -
Pacce (Empati dan Solidaritas)
Pesan ini mengajak manusia saling membantu dan merasakan penderitaan sesama. Dalam beberapa elong, pacce diibaratkan seperti “panas api yang membakar dada” bila melihat ketidakadilan. -
Cinta dan Kesetiaan
Dalam Elong maloppo, puisi cinta Bugis digambarkan perasaan halus antara dua insan yang diungkapkan dengan kiasan alam seperti bulan, bintang, atau angin malam. -
Nasihat Kehidupan
Banyak elong berfungsi sebagai pepatah atau wejangan bagi generasi muda agar hidup dengan jujur, rajin, dan hormat pada orang tua.
Puisi sebagai Cermin Jiwa Bugis
Puisi dalam Lontara bukan sekadar karya sastra, tetapi juga cermin jiwa dan karakter orang Bugis. Ia menjadi media untuk menyalurkan nilai-nilai luhur dalam bentuk yang indah dan bermakna. Hingga kini, beberapa elong masih dilestarikan melalui kegiatan budaya seperti mappadendang, mappalanca, atau pertunjukan sastra tradisional di Sulawesi Selatan.
Pelestarian di Era Modern
Di era modern, pelestarian puisi kuno Bugis tengah digalakkan melalui berbagai upaya seperti digitalisasi naskah Lontara, penelitian filologi, dan festival sastra daerah. Sejumlah akademisi dan budayawan Bugis berupaya agar generasi muda tidak hanya mengenal Lontara sebagai tulisan, tetapi juga memahami makna mendalam dari setiap bait puisinya.
Puisi-puisi kuno Bugis dalam Lontara adalah warisan budaya yang mengandung nilai moral, spiritual, dan estetika tinggi. Ia mengajarkan tentang kehormatan, cinta, dan kebijaksanaan hidup — menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini dalam memahami jati diri masyarakat Bugis.
COMMENTS