Pelanggaran Gencatan Senjata oleh Militer Israel di Gaza Sejak gencatan senjata yang dideklarasikan pada 10 Oktober, militer Israel telah m...

Pelanggaran Gencatan Senjata oleh Militer Israel di Gaza
Sejak gencatan senjata yang dideklarasikan pada 10 Oktober, militer Israel telah menewaskan sedikitnya 97 warga Palestina dan melukai 230 orang lainnya. Dalam waktu yang sama, tercatat sebanyak 80 pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata. Bahkan, sebanyak 21 pelanggaran terjadi pada hari Ahad, menurut laporan dari Kantor Media Pemerintah Gaza.
Menurut pernyataan resmi, tindakan militer Israel mencakup berbagai bentuk pelanggaran, seperti penembakan langsung terhadap warga sipil, penembakan massal, serta penargetan yang disengaja. Selain itu, pasukan Israel juga diketahui membentuk "sabuk tembak" dan melakukan penangkapan terhadap penduduk sipil. Serangan-serangan ini dilakukan menggunakan kendaraan militer, tank, derek elektronik dengan sistem penargetan jarak jauh, pesawat, dan drone quadcopter.
Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa pelanggaran-pelanggaran ini terjadi di seluruh wilayah Gaza, yang menunjukkan bahwa pihak Israel tidak mematuhi gencatan senjata dan terus menerapkan kebijakan pembunuhan serta teror terhadap rakyat setempat.
Serangan Udara Israel dan Respons Hamas
Pada hari Ahad, militer Israel secara sepihak mengumumkan kembali berlakunya gencatan senjata di Gaza setelah serangkaian serangan udara yang menewaskan 26 orang. Serangan ini diklaim sebagai respons atas kematian dua tentara Israel dalam serangan Hamas. Peristiwa ini terjadi selama gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat pada 10 Oktober lalu.
Menurut laporan dari ABC News, pasukan Israel (IDF) mengklaim bahwa Hamas melakukan beberapa serangan terhadap mereka di dalam Gaza, termasuk tembakan roket antitank dan serangan penembak jitu. IDF juga menyatakan bahwa Hamas menembakkan rudal antitank dan melakukan serangan terhadap pasukan mereka yang sedang bertugas untuk menghancurkan infrastruktur teror di wilayah Rafah sesuai dengan kesepakatan.
Serangan udara Israel kemudian dilakukan di Rafah, yang diklaim berhasil menghancurkan beberapa fasilitas militer Hamas. Dalam serangan tersebut, sedikitnya 26 orang tewas, termasuk seorang perempuan dan anak-anak. Otoritas kesehatan Gaza menyebutkan bahwa satu serangan mengenai bekas sekolah di Nuseirat yang digunakan sebagai tempat penampungan bagi pengungsi.
Ketegangan semakin meningkat di berbagai wilayah. Warga di Nuseirat bergegas membeli kebutuhan pokok di pasar utama, sementara keluarga-keluarga di Khan Younis melarikan diri ke arah selatan setelah serangan menghantam daerah mereka.
Tudingan Saling Berkaitan antara Israel dan Hamas
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan militer untuk menanggapi serangan Hamas secara keras. Dalam pernyataan kantor perdana menteri, Netanyahu melakukan konsultasi dengan menteri pertahanan dan pejabat keamanan senior, serta memerintahkan tindakan keras terhadap target teroris di Jalur Gaza.
Namun, Hamas menyatakan tetap berkomitmen pada kesepakatan gencatan senjata. Kelompok ini mengaku tidak mengetahui adanya bentrokan di Rafah dan tidak berhubungan dengan kelompok lain di wilayah tersebut sejak Maret lalu.
Pembukaan Jalur Bantuan ke Gaza
Israel akan kembali membuka jalur bantuan ke Gaza mulai Senin 20 Oktober 2025 setelah sempat menghentikan pasokan karena mengklaim pelanggaran gencatan senjata oleh Hamas. Keputusan ini diambil menyusul tekanan dari pemerintah Amerika Serikat.
Tanpa membahas pelanggaran gencatan senjata Israel di Gaza, Wakil Presiden AS JD Vance menilai kondisi keamanan di Gaza masih belum stabil. Ia mengklaim bahwa sekitar 40 sel Hamas masih belum sepenuhnya dilucuti. “Beberapa sel mungkin akan mematuhi gencatan senjata, tetapi banyak yang tidak,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa upaya menjamin pelucutan senjata Hamas memerlukan keterlibatan negara-negara Teluk Arab untuk menegakkan hukum dan keamanan di lapangan.
COMMENTS