Penjelasan BGN Mengenai Isu SPPG Fiktif Badan Gizi Nasional (BGN) menyangkal adanya 5.000 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang diseb...

Penjelasan BGN Mengenai Isu SPPG Fiktif
Badan Gizi Nasional (BGN) menyangkal adanya 5.000 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang disebut fiktif di Indonesia. Isu ini muncul setelah seorang anggota Komisi IX DPR, Sahidin, mengungkapkan dugaan bahwa banyak SPPG yang terdaftar sebagai mitra BGN tidak memiliki lokasi fisik. Ia menyatakan hal tersebut saat melakukan kunjungan kerja ke Batam, Kepulauan Riau, pada 18 September 2025.
Menurut Dadan, Kepala BGN, SPPG yang disebut fiktif tidak sepenuhnya benar. "Kategori fiktif adalah ketika SPPG terdaftar dan menerima anggaran, tetapi tidak ada pelaksanaan program makan bergizi gratis," jelas Dadan saat dihubungi pada Jumat, 19 September 2025.
Dadan menjelaskan bahwa 5.000 SPPG yang dimaksud bukanlah fiktif, melainkan mitra yang telah terdaftar namun harus memulai proses pengajuan kembali dari awal. "Mereka baru mengajukan titik lokasi dan lebih dari 20 hari tidak ada aktivitas, sehingga kena roll back," ujar dia.
Proses pengajuan menjadi mitra BGN dimulai dengan mendaftarkan lokasi. Jika disetujui, calon mitra harus membangun atau merenovasi dapur dalam waktu 30-45 hari. "Beberapa dari mereka tidak menunjukkan aktivitas, sehingga BGN menerapkan kebijakan roll back," tambah Dadan.
Saat ini, jumlah SPPG yang telah beroperasi mencapai 8.426 unit. Selain itu, terdapat 13.467 calon SPPG yang sedang dalam tahap verifikasi, serta 8.966 calon mitra yang sedang mengajukan diri menjadi SPPG. "Yang 5.000 itu merupakan bagian dari 8.966 (calon mitra)," jelas Dadan.
Wakil Kepala BGN Sony Sanjaya menegaskan bahwa 5.000 calon mitra SPPG belum menerima anggaran. "Pencairan anggaran hanya dilakukan melalui akun virtual dengan persetujuan yayasan dan kepala SPPG," ujar Sony dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu, 20 September 2025.
Ia menekankan bahwa tanpa usulan dari perwakilan yayasan dan persetujuan kepala SPPG, tidak ada dana yang akan cair. "Tanpa persetujuan tersebut, sangat tidak mungkin satu rupiah pun anggaran MBG keluar dari virtual account," kata Sony.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat BGN, Khairul Hidayati, menjanjikan transparansi informasi dan akuntabilitas anggaran MBG. "Setiap rupiah anggaran digunakan sesuai peruntukannya, dan masyarakat bisa ikut mengawasi pelaksanaan program MBG," ujar Hilda.
Sebelumnya, Sahidin mengungkapkan dugaan adanya ribuan SPPG yang diduga fiktif di seluruh Indonesia. Dari sekitar 8.000 SPPG yang menjadi mitra BGN, lebih dari separuhnya diduga palsu. "Lima ribu di antaranya tidak jelas keberadaannya," ujar Sahidin dalam keterangan tertulis.
Ia menemukan indikasi bahwa beberapa SPPG tidak memiliki lokasi fisik. Hal ini juga ditemukan di Kepulauan Riau. "Ini menimbulkan dugaan bahwa SPPG tersebut hanya untuk dijual," kata politikus Partai Amanat Nasional tersebut.
Sahidin juga mempertanyakan pengawasan BGN terhadap operasional SPPG di lapangan. Ia menyoroti lemahnya pengawasan terhadap tata kelola MBG. "Koordinasi yang baik antara pemerintah daerah dan BGN bisa mengantisipasi penyalahgunaan wewenang bagi SPPG yang hanya ingin ambil keuntungan dari MBG," ujar Sahidin.
Ia meminta BGN, baik pusat maupun daerah, untuk menyelesaikan masalah ini, khususnya di Kepri. "Jangan sampai program ini hanya sekadar 'booking', akunnya sudah terdaftar lalu dijual," kata Sahidin.
COMMENTS