Iran Menyesali Serangan Israel ke Lebanon, Langgar Gencatan Senjata, Kritik Kegagalan Intervensi Barat

Tegangnya Hubungan Lebanon-Israel dan Dampaknya pada Stabilitas Regional Tegangan di perbatasan antara Lebanon dan Israel kembali memuncak,...

Tegangnya Hubungan Lebanon-Israel dan Dampaknya pada Stabilitas Regional

Tegangan di perbatasan antara Lebanon dan Israel kembali memuncak, menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas kawasan. Iran mengklaim bahwa Israel telah melanggar gencatan senjata yang disepakati dengan kelompok Hezbollah sejak November 2024. Klaim ini muncul setelah terjadi serangan beruntun terhadap wilayah selatan Lebanon dalam beberapa pekan terakhir.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, menyampaikan pernyataan resmi pada Jumat (17/10) yang menyebut serangan hampir harian oleh Israel sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Lebanon. Menurutnya, serangan tersebut merupakan pelanggaran jelas terhadap kedaulatan negara tersebut dan integritas teritorialnya.

Iran juga menyoroti sikap Amerika Serikat dan Prancis, dua negara yang menjadi penjamin kesepakatan gencatan senjata. Mereka menilai kedua negara tersebut tidak melakukan tindakan nyata dan bersikap permisif terhadap pelanggaran yang dilakukan Israel secara berulang.

Pemerintah Lebanon melaporkan bahwa serangan Israel pada Kamis (16/10) menewaskan satu orang dan melukai tujuh lainnya di desa Ansar, wilayah selatan Lebanon. Presiden Lebanon Joseph Aoun mengutuk aksi tersebut, menyebutnya sebagai serangan terhadap fasilitas sipil dan pelanggaran langsung terhadap gencatan senjata.

Militer Israel mengklaim bahwa target serangan mereka adalah posisi milik Hezbollah dan kelompok sekutunya, bukan wilayah sipil. Namun, laporan dari lapangan menunjukkan pola serangan yang hampir terjadi setiap hari sejak kesepakatan damai ditandatangani akhir tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas di kawasan masih rapuh.

Krisis di Lebanon semakin diperumit oleh dinamika internal. Pemerintah Lebanon sebelumnya berencana untuk melucuti senjata Hezbollah sebelum akhir 2025. Namun, pemimpin kelompok tersebut, Naim Qassem, menolak tekanan tersebut dan menyebut langkah itu sebagai bentuk intervensi asing.

Meski begitu, Hezbollah kini disebut berada dalam posisi melemah, terutama setelah kehilangan dukungan dari rezim Bashar al-Assad di Suriah dan mengalami kerugian besar dalam bentrokan dengan Israel sepanjang 2024.

Beberapa pejabat Lebanon mengatakan bahwa pemerintah saat ini fokus untuk membersihkan wilayah perbatasan selatan Sungai Litani dari persenjataan milisi sebelum melanjutkan tahap berikutnya pada akhir November.

Situasi di Lebanon terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan. Tahun ini, Iran juga menjadi target serangan udara Israel dan AS yang menyasar fasilitas nuklirnya dalam perang singkat selama 12 hari.

Di sisi lain, di Gaza, Israel masih membatasi aliran bantuan kemanusiaan meskipun gencatan senjata telah diumumkan. Langkah ini memicu kecaman baru dari negara-negara Arab dan memperkuat persepsi bahwa konflik Timur Tengah kembali menuju siklus kekerasan tanpa akhir.

Dengan meningkatnya eskalasi di Lebanon dan stagnasi di Gaza, upaya diplomasi tampak semakin rapuh. Hal ini meninggalkan pertanyaan besar apakah gencatan senjata di kawasan masih memiliki arti di tengah ketegangan yang terus membara.