Jejak Genetik Sapi Lokal Indonesia yang Unik Sapi-sapi lokal Indonesia memiliki jejak DNA banteng liar, yang menunjukkan sejarah genetik ya...

Jejak Genetik Sapi Lokal Indonesia yang Unik
Sapi-sapi lokal Indonesia memiliki jejak DNA banteng liar, yang menunjukkan sejarah genetik yang kaya dan kompleks. Dari berbagai jenis sapi yang ada di Indonesia, sapi Madura memiliki proporsi gen banteng yang paling besar. Namun, kekayaan genetik ini kini terancam karena persilangan dengan sapi Taurus impor yang dianggap lebih produktif.
Di dunia, terdapat dua jenis sapi domestik, yaitu sapi Taurus (Bos taurus taurus) dan sapi Zebu (Bos taurus indicus). Sapi Taurus umumnya dipelihara di daerah beriklim sedang, sementara sapi Zebu lebih cocok hidup di iklim tropis dan mampu bertahan meski hanya diberi pakan berkualitas rendah. Ciri fisik yang paling mencolok antara keduanya adalah adanya punuk pada sapi Zebu dan lapisan kulit bergelambir di bagian leher, sedangkan sapi Taurus tidak memiliki punuk dan memiliki sedikit lapisan kulit di leher.
Penelitian awal pada 2009 menunjukkan bahwa sejarah genetik sapi lokal Indonesia berasal dari campuran antara sapi Zebu yang berasal dari India dan banteng lokal Nusantara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi proses introgression atau percampuran genetik yang menghasilkan berbagai bentuk variasi genetik pada sapi lokal kita.
Riset terbaru yang dilakukan oleh University of Copenhagen di Denmark dan IPB University menemukan bahwa perkawinan alami antara sapi Zebu dan banteng lokal terjadi sekitar 1.300 tahun lalu, atau sekitar abad ke-7. Proses ini memicu lahirnya populasi sapi lokal campuran. Aliran gen ini tersebar dalam dua gelombang: satu ke Sumatra dan satu ke Jawa.
Dari berbagai rumpun sapi lokal yang diteliti, seperti sapi Aceh, Pesisir, Jabres, Pasundan, Madura, Bali, dan Sumba Ongole, ditemukan bahwa sapi Madura memiliki proporsi gen banteng tertinggi, hingga 36%. Hal ini disebabkan oleh jumlah banteng yang sangat banyak di daerah Madura, sehingga keturunan sapi Madura mewarisi gen banteng lebih banyak.
Banteng merupakan spesies yang berbeda dari sapi domestik, sehingga sapi Madura bisa dikatakan sebagai sapi silangan yang paling unik. Dengan proporsi gen banteng yang tinggi, sapi Madura memiliki keragaman genetik tertinggi di dunia, dengan lebih dari 3,5 juta varian genetik baru yang belum pernah ditemukan pada sapi lain.
Jika variasi genetik ini dapat dipetakan fungsinya, maka kualitas sapi lokal Indonesia bisa ditingkatkan melalui upaya pemuliaan berbasis genomik. Pemuliaan genomik telah terbukti efektif dalam meningkatkan produksi susu sapi perah di Eropa.
Potensi dan Tantangan
Keunikan genetik sapi lokal Indonesia memberikan potensi untuk menghadapi tekanan lingkungan, seperti panas ekstrem dan serangan penyakit. Studi menunjukkan bahwa sapi Aceh, yang memiliki genetik banteng, menghasilkan lebih banyak sel imun, sehingga sistem kekebalannya lebih kuat. Selain itu, studi lain menemukan bahwa emisi gas rumah kaca dari jenis sapi liar di Asia lebih rendah daripada sapi Taurus, yang menunjukkan bahwa sapi Indonesia yang mengandung genetik banteng lebih ramah lingkungan.
Sayangnya, warisan genetik ini kini terancam oleh program persilangan dengan sapi Taurus impor. Meskipun hasil silangan ini bisa meningkatkan keuntungan lebih cepat, dalam jangka panjang akan menghapus keragaman genetik yang sudah teruji selama ribuan tahun. Akibatnya, kumpulan gen sapi global akan semakin sedikit dan kurang beragam.
Dengan meningkatnya frekuensi cuaca ekstrem dan perubahan lingkungan, penting untuk menjaga keragaman genetik sapi lokal demi kelangsungan sumber pangan. Populasi sapi dengan keragaman galur yang tinggi akan lebih tahan penyakit baru dibandingkan yang kurang beragam. Semakin banyak ragam variasi genetik yang dimiliki, semakin besar peluang mereka bertahan menghadapi tantangan lingkungan ke depan.
Variasi genetik unik ini juga membuka peluang seleksi genomik untuk menghasilkan sapi produktif dengan emisi gas rumah kaca rendah, yang menjadi tujuan utama peternakan global saat ini. Oleh karena itu, proses kawin silang perlu didokumentasi secara sistematis agar pengadaan sapi lokal tetap merawat variasi genetik yang ada.
Jika sapi lokal diberi kesempatan melalui seleksi genomik, mereka bukan hanya bisa lebih produktif, tetapi juga lebih adaptif. Jangan sampai kebijakan peternakan nasional mengabaikan kekayaan genetik sapi lokal hanya karena mengejar produktivitas jangka pendek.
COMMENTS